Mengukur Pernyataan BPN Prabowo-Sandi: Mau Lapor ke Mahkamah Internasional
Beberapa waktu yang lalu telah digelar persidangan kasus
sengketa pilpres Mahkamah Konstitusional. Hasil akhir putusan dari MK yang
bersifat mutlak yaitu kecurangan kubu 01 alias Jokowi-Ma’ruf Amin tidak
terbukti. Pihak pemohon dari kubu 02, Prabowo-Sandi lantas tidak langsung
mengucapkan selamat atas sah, terpilihnya paslon 01 sebagai Presiden dan Wakil
Presiden, malah sebuah kontroversi kembali disemburkan.
Another Drama
Mahkamah Internasional Source: Kumparan (http://bit.ly/2YypIPf) |
Beberapa bulan lalu sebelum persidangan digelar, Adik
kandung dari capres Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo menyatakan akan
melaporkan ke Mahkamah Internasional. Alasannya, berbagai kecurangan terjadi yang
dilakukan dalam pilpresnya ini. Hasim menyebut kemungkinan akan meminta lembaga
internasional untuk mengadili kecurangan pilpres, seperti Mahkamah Internasional dan International
Court of Justice.
Tidak hanya Hashim, Abdullah Hemahua juga mencetuskan ide
jalur hukum alternatif ke Mahkamah Internasional terkait kecurangan sistem
informasi perhitungan suara (situng) KPK. Menurutnya, tim audit forensik
peradilan internasional memiliki kemampuan yang mumpuni. Mantan Penasihat
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini juga mengajak para pendukung Prabowo-Sandi
untuk berangkat ke Komnas HAM. Hal itu dilakukan ingin melaporkan berbagai
dugaan pelanggaran HAM terkait Pemilu 2019, seperti meninggalnya sejumlah
petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). (sumber:Pinterpolitik.com)
Bahkan tidak hanya 2 orang, ditambah lagi statement ini diutarakan Juru Bicara
Persaudaraan Alumni 212 atau PA 212, Novel Bamukmin.
Ia mengatakan, akan menempuh jalur hukum ke Mahkamah
Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB saat Prabowo -
Sandiaga Uno kalah. (sumber: Tribunnews.com)
It’s impossible! He said.
Refly Harun selaku Ahli Tata Hukum Negara mengatakan
Mahkamah Internasional memiliki kapasitas untuk mengadili kasus genosida dan
pelanggaran HAM. Dalam konteks HAM, itupun akan dilakukan jika pengadilan
domestik suatu negara tidak berfungsi, maka MI berhak melakukannya. Ternyata
jalur alternatif hukum itu tidak memungkinkan, mengingat kapasitas pengadilan
internasional baik Mahkamah Internasional (MI) dan Internasional Court of
Justice (ICJ) memiliki batasan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahmud M.D juga
menjelaskan konteks ini tidak bisa terkait PBB tidak dapat mengadili sengketa
hasil pemilu. Walaupun begitu, Hashim
tetap dengan tenang menyatakan, “sah-sah saja melayangkan gugatan ke MI.”
Rachlan Nashidik, Wakil Sekretaris Partai Demokrat menjelaskan lewat cuitannya
bahwa hanya ada dua jenis Mahkamah Internasional, yaitu International Court of
Justice (ICJ) dan Internasional Criminal Court (ICC).
ICJ memiliki kapasitas untuk mengadili kasus perselisihan
antar negara sementara ICC mengadili kasus pidana termasuk kejahatan
pelanggaran HAM, genosida dan tindakan pidana dalam kapasitas massif. Lalu
apakah yang dipertahankan? Apakah BPN secara sembrono melayangkan statement tanpa berpikir logis di tengah
publik, sementara itu semua keliru.
They have a purposes
Bukan tanpa sebab dan tujuan Hashim dan Abdullah Hemahua
menyatakan akan mengadukan ke peradilan internasional. Dapat dirumuskan, hal
ini merupakan bagian dari komunikasi politik dengan memanfaatkan media masa
menyebarkan suatu statement yang
memiliki kekuatan menanamkan sebuah ide di pikiran publik. Praktek ini masuk
dalam jenis bluffing atau menggertak,
terutama dari pihak lawan yaitu kubu 01 beserta kuasa hukum dan TKN (Tim
Kemenangan Nasional Jokowi-Amin).
Surat Pernyataan Prabowo-Sandi dalam cuitan Rachland Nashidik https://twitter.com/RachlanNashidik |
Michael Laver dalam tulisannya yang berjudul How to Be Sophisticated, Lie, Cheat, Bluff and Win at Politics menjelaskan bahwa gertakan dilakukan dengan memberikan kesan bahwa penggertak memiliki kekuatan tidak dimiliki. Teknik menggertak ini sering kali digunakan dalam permainan kartu poker guna mengelabui lawan. (sumber: Pinterpolitik.com)
Selain itu, boleh jadi statement
ini diharapkan sebagai pesan yang menyentuh kalangan publik manapun
termasuk pro dan kontra untuk berpikir kekuatan yang dimiliki oleh kubu mereka.
Tidak semua publik akan berpikir kritis dan mempertanyakan kemungkinan itu akan
terjadi, maka media massa berperan besar dalam hal ini untuk mendidik
masyarakat. Tidak heran begitu banyak orang yang serta merta menolak hasil
akhir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan kecurangan yang dilakukan
01 terbukti. Fenomena itu dapat dilihat pada video yang beredar di media sosial
kelompok masyarakat yang bersikeras ikut menolak putusan MK dan mengagungkan
paslon 02.
Hal ini tidak hanya berlaku bagi kubu 02. Pun jika tim
pemenangan Jokowi-Amin seandainya berada di posisi pemohon, cara ini akan serta
merta melayangkan pemikiran paslon 01 memiliki kekuatan yang besar dan sebagai
kelompok yang dicurangi. Akhirnya dapat memburamkan fakta manakah yang benar,
manakah yang menang?
Presiden Jokowi tertawa bersama lawan politiknya, Prabowo Subianto Sumber: Liputan 6 (http://bit.ly/2S69zOI) |
Selain itu jika dilihat dari segi psikologi politik, ada
visi citra politik yang sedang dibangun dan dalam proses pembentukan image yang dicita-citakan. Secara tidak
langsung statement itu dilayangkan
agar media massa memuat dan turut membantu pembentukan sebuah image yang diimpikan kelompok tertentu.
Bisa dikatakan, bersifat persuasif. Jika dianalisa, statement ini dapat
membentuk persepsi kubu Jokowi-Amin benar melakukan kecurangan bersifat
terstruktur, sistematis dan masif.
Bila dikaitkan dapat mempengaruhi kondisi politik dan membuat
permukaan gambaran kubu 01 semakin kotor. Dengan bersikukuhnya Hashim tidak
puas dengan keputusan MK dan berniat mengadukan ke Mahkamah Internasional
berkesan mengejar “kebenaran” dan “keadilan”. Padahal hal ini sangat berbahaya
dan menimbulkan penilaian lain atau sebagai efek sampingnya, kubu 02 tidak
menghargai demokrasi dan tidak menghormati lembaga negara yang melakukan
aktivitas demokrasi.
Jati diri image
tokoh politik bisa juga dibentuk walaupun sangat berbeda dengan realitas. Dalam
hal ini Prabowo Subianto tidak menyampaikan langsung dari mulutnya tidak
menyerah pada putusan final MK, justru sebaliknya menerima dengan ikhlas. Tim
pemenangannya justru yang ‘repot-repot’ tidak ingin menyerah. Secara opini, ada
motivasi menciptakan image sosok
pemimpin yang berhati besar, sabar dan menghormati jalannya birokrasi. Lalu timnya
memperjuangkan tokoh politik andalannya yang dicurangi dan tidak akan menyerah mengawal
jagoannya menjadi pemimpin akan terbukti menang.
Akhir kata, dalam hal in sah-sah saja melakukan berbagai statement sebagai bentuk aktivitas
politik termasuk melakukan komunikasi politik dan mambangun image dari segi political psychology.
Penting untuk dilakukan oleh publik, pemikiran yang kritis agar tidak menjadi
korban permainan perasaan sebuah sinetron di panggung politik. Biarlah
demokrasi ini berjalan serta merta diawasi setiap lembaga yang dihormati,
selama hukum masih tegak berdiri berdampingan dengan birokrasi di negeri ini.
Komentar
Posting Komentar